BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Filsafat adalah pencarian kebenaran melalui alur berfikir yang sistematis.
pikiran yang dilakukan, biasanya berupa pertanyaan kepada diri sendiri, demi
mendapatkan kebijaksanaan, akar dari pemikiran tersebut. Filsafat manusia
adalah salah satu bagian dari filsafat yang mengupas hakikat manusia.
Filsafat manusia mempelajari inti dangejala dari manusia itu manusia?..Filsafat Manusia secara umum bertujuan
menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi
manusia sebagaimana pula halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia. Secara
spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia. Jadi, mempelajari
filsafat manusia tujuannya untuk mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah
sesungguhnya manusia itu. Obyek kajiannya tidak terbatas pada gejala empiris
yang bersifat observasional dan atau eksperimental. Terdapat beberapa aliran
dalam filsafat manusia diantaranya adalah materialisme, idealisme, dualisme,
eksistensialisme dan strukturalisme.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini saya akan menjelaskan:
1.
Biografi
Martin Heidegger..
2.
Pengertian
Eksitensialisme
3.
Eksistensialisme
Martin Heidegger.
C.
TUJUAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini diantaranya:
1.
Untuk
memenuhi tugas makalah individu mata kuliah filsafat umum.
2.
Dapat
mengetahui pengertian eksistensialisme.
3.
Dapat
mengetahui biografi Martin Heidegger.
4.
Dapat
mengetahui beserta memahami eksistensialisme Martin Heidegger.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BIOGRAFI MARTIN HEIDEGGER
Martin
Heidegger lahir pada tanggal 26 September 1889 di kota kecil Messkirch Baden,
jerman. Ia adalah anak seorang pastor pada gereja katolik Santo Mortus. Martin
Heidegger mempunyai pengaruh besar terhadap beberapa filosof di Eropa dan
Amerika Selatan. Ia menerima gelar Doktor dalam bidang filsafat dari
Universitas Freiburg dimana ia belajar dan menjadi asisten Edmund Husserl
(penggagas fenomelogi). Sebelumnya ia kuliah di fakultas Teologi sampai empat
semester, lau pindah filsafat di bawah bimbingan Heinrich Rickert, penganut
filsafat Neo-Kantianisme yang juga banyak memberi pengaruh padanya.
Ia
pernah menjabat sebagai guru besar filsafat di Universitas Masburg dan
berkenalan dengan teolog protestan kenamaan Rodolf Bultmann, kemudian kembali
ke Freiburg untukk menggantikan Huserl. Di Marburg ia sempat menyelesaikan
karya monumental Sein und Zeit (Being and Time). Pada 1993, ia di
angkat oleh gerakan Nazi menjadi rektor pertama di Universitas Freiburg. Sadr
kalau dirinya dieksploitasi, setahun kemudian ia meletakkan jabatan rektornya,
tapi tetap mengajar sampai pensiun 1957.
Selain
Sein and Zeit dan Einfuhrung in die Methaphisic, masih banyak
lagi karyanya. Kebanyakan tulisannya membahas maslah seperti “What is Being”,
“Why is there something rather than nothing at all?” demikian juga
dengan judul-judul megenai eksistensi manusia, kegelisahan, keterasingan, dan
mati.[1]
B.
PENGERTIAN EKSISTENSIALISME
Eksitensialisme
berasal dari kata existere (latin) yang secara etimologi berarti: the mode
of being wich consist in interaction with other things. . . , sometimes
idenfied with truth of reality opposite of essence. Secara terminologinya
adalah determines the worth of knowledge not in relation to truth but
according to its biological value contained in the pure data of consciousness
when unaffected by emotion, valition and social prejudice.[2]
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia, eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar
dan mana yang tidak benar.[3]
Eksistensialisme
adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada
eksistensi. Secara umum eksistensi berarti keberadaan. Secara khusus eksistensi
adalah cara manusia berada di dalam di dunia. Cara manusia berada di dalam
dunia berbeda dengan cara berada benda-benda. Benda-benda tidak sadar akan
keberadaannya. Berbeda dengan manusia. Benda-benda menjadi lebih berarti karena
manusia. Untuk membedakan dua cara berada ini di dalam filsafat
eksistensialisme dikatakan, bahwa benda-benda “berada”, sedangkan manusia
“bereksistensi”. Jadi hanya manusia yang bereksistensi.
Kata
eksistensi berasal dari eks (keluar) dan sistensi, yang diturunkan dari kata
kerja sisto (berdiri, menempatkan). Eksistensi diartikan manusia berdiri
sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya
ada. Ia dapat meragukan segala sesuatu, tapi satu hal yang pasti, yaitu bahwa
dirinya ada. Dirinya itu disebut “aku”. Segala sesuatu di sekitarnya
dihubungkan dengan dirinya contoh mejaku, kursiku, temanku,dsb. Di dalam dunia
manusia menentukan keadaanya dengan perbuatan-perbuatannya. Ia mengalami dirinya
sebagai pribadi. Ia menemukan pribadinya dengan seolah-olah keluar dari diriya
sendiri dan menyibukkan diri dengan apa yang di luar dirinya. Ia menggunakan
benda-benda disekitarnya. Dengan kesibukannya itulah ia menemukan dirinya
sendiri. Ia berdiri sebagai diri sendiri denagn keluar dari dirinya dan sibuk
dengan dunia luarnya. Demikianlah manusia bereksistensi.
Ajaran
eksistensialisme tidak hanya satu. Sebenarnya eksistensialisme adalah aliran
filsafat yang bersifat tehnis, yang menjelma dalam bermacam-macam sistem, yang
satu berbeda dengan yang lainn. Sekalipun demikian ada juga ciri-ciri yang
sama, yang menjadikan sistem-sistem itu dapat dicap sebagai filsafat
eksistensialisme. Paling sedikit ada empat pemikiran yang jelas dapat disebut
filsafat eksistensialisme, yaitu pemikiran Martin Heidegger, Jean Paul Sartre,
Karl Jaspers dan Gabriel Marcel. Beberapa ciri-ciri yang sama yang dimiliki di
antaranya :
1.
Motif
pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada. Hanya
manusia yang bereksistensi. Eksistensi adalah khas manusia berada. Pusat
perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu bersifat humanitis.
2.
Bereksistensi
harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya
secara aktif, bereksistensi berarti berbuat, menjadi, merencenakan. Setiap saat
manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaanya.
3.
Di
dalam filsafat eksistesialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia
adalah realitas yang belum selesai, yanng masih harus dibentuk. Pada hakikatnya
manusia terikat kepada dunia sekitarnya, terutama kepada sesama manusia.
4.
Filsafat
eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang kongrit, pengalaman
eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda. Heidegger memberi tekanan
kepada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu, Marcel kepada pengalaman
keagamaan dan Jaspers kepada pengalaman hidup yang bermacam-macam seperti
kematian, penderitaan, perjuangan dan kesalahan.[4]
Ada tujuh hal yang di jadikan
pedoman dalm pemikiran eksistensialis, yaitu[5]:
1.
Eksistensi
mendahului esensi (existence comes before essence).
2.
Kebenaran
itu subjektif.
3.
Alam
tidak menyediakan aturan moral. Prinsip-prinsip moral dikonstruksi oleh manusia
dalam konteks bertanggung jawab atas perbuatan mereka dan perbuatan selainnya.
4.
Perbuatan
individu tidak diprediksi.
5.
Individu
mempunyai kebebasan kehendak secara sempurna.
6.
Individu
tak dapat membantu melainkan sekedar membuat pilihan.
7.
Individu
dapat secara menjadi selain daripada keberadaanya.
C.
EKSISTENSIALISME HEIDEGGER
Untuk
memahami filsafat Heidegger langkah yang paling tepat yaitu dengan menanamkan
kata-kata kuncinya yakni:
1.
Dasein (Da-sein, Being-there) adalah eksistensi manusia di dunia
empiris ini.
2.
Seinde adalah baradanya benda-benda (Things yang keberadaanya
terletak begitu saja di depan orang (Vorhanden).
3.
Fakticity yaitu suatu fakta bahwa Desein adalah Being yang
terlempar.
4.
Existensiality yaitu suatu fakta bahwa Desein senantiasa harus mengatasi
dirinya sendiri untuk menuju kepada kuasa untuk meng-ada-nya.
5.
Forfeiture
(Being fallen) yaitu dasein
sebagai kesenantiasaan yang harus mengada ketika telah tersedia sebagai “at”.
6.
Geworfein-sein yaitu situasi keberadaan manusia kongret di dunia ini yang
tahu-tahu sudah terlempar dan ada di bumi ini. Ia tidak memilih tetapi suadah
dilahirkan dan ada di jagad ini.
7.
Some yaitu kecemasan yang mendalam, cemas akan macam-macam hal yang
melekat pada situasi keterlemparan manusia di dunia.
8.
Zuhandes (jamak) yaitu lingkup dunia saran-saran alat.
9.
Vorhandenes yaitu lingkup dunia benda-benda.
10.
Angst yaitu ketakutan eksistensial, sebuah rasa takut yang bercammpur
cemas, gelisah dan bertanya-tanya muncul dan berkembang dari kesadaran manusia
bahwa kelak (tanpa diketahui kapan) ia akan mati.
11.
Sein
zum Tode yaitu langkah demi langkah yang
menuju kematian.
12.
Entschlossenheit yaitu ketegaran dalam mengahadapi kematian.
13.
Entwurf yaitu persiapan atua rancangan-rancangan budaya yang dibuat begitu
menyadari akan eksistensinya guna sungguh-sungguh mengalami dirinya itu eksis.
Bagi Heidegger dasar untuk
menjelaskan “ada” itu adalah sein un zeit (being and time) dua struktur
dasar atau kategori “ada” dibahas dalam adanya manusia secara fenomelogis.
Menurut
Heidegger “ada” tidak bisa lepas dengan “waktu”, Sein und Zeit karena dasein
tidak lain adalah waktu itu sendiri. Waktu merupakan masa yang terdiri dari 3
masa yaitu masa sekarang, masa mendatang (future) yang terdiri dari masa
sekarang yang belum terjadi dan pada suatu ketika akan terjadi, dan masa
lampau. Struktur pemahaman waktu sebagaimana ada pendapat umum hanya berlaku
bagi being lain (seinde) dan bukan pada dasein. Dasein mentransindensi
beings lain, sebab pada dasein aktus pelaksanaan diri dan potensi
pelaksanaan diri bertemu, it already is what it can be. Dengan demikian
dimensi yang paling penting menurut Heidegger adalah masa mendatang (future,
zukunft).
Dasein selalu berada dalam proses pelaksanaan diri. Proses dimana dasein
melaksanakan diri di tunjuk dengan masa mendatang. Waktu lampau (past,
gewesenheit) dan sekarang present harus dimengerti atas dasar waktu
mendatang (future). Waktu adalah tahap-tahap yang tidak dapat dipisahkan-pisahkan
antara masa lalu, sekarang dan akan datang.[6]
Menurut
Heidegger persoalan tentang “berada” ini hanya dapat di jawab dengan ontologi,
artinya: jika, persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam
hubungan itu. Agar supaya hubungan ini berhasil maka harus menggunakan metode
fenomenologis. Demikianlah yang penting ialah menemukan arti “berada” itu.
Satu-satunya
“berada” yang sendiri dapat dimengerti sebagai “berada” ialah “baradanya”-nya
manusia. Harus dibedakan antara “berada” (sein) dan “yang berada” (seiende).
Uangkapan “yang berada” (seiende) hanya berlaku bagi benda-benda atau
bukan manusia. Yang jikalau dipandang dari dirinya sendiri, artinya terpisah
dari segala yang lain, hanya berdiri sendiri. Benda-benda itu hanya “vorhanden”
artinya hanya terletak begitu sajadi depan orang, tanpa ada hubungannya dengan
orang itu. Contoh: meja jika dipandang pada dirinya, berkedudukan sebagai meja
lepas dari hubungannya dari apapun. Benda-benda itu hanya berarti jika
dihubungkan dengan manusia, jika manusia “memeliharanya”. Kalau benda itu
dihubungkan dengan manusia, maka akan memiliki arti dalam hubungan itu.
Manusia
memang juga berdiri sendiri, akan tetapi ia mengambil tempat di tengah-tengah
dunia sekitarnya. Manusia tidak termasuk “yang berada”, tetapi manusia
“berada”. Keberadaan manusia disebut Desein berada di sana, di temppat.
Berada berarti menempati atau mengambil tempat. Untuk itu manusia harus keluar
darinya dan berdiri di tengah-tengah segala “yang berada”. Desein manusia
disebut juga eksistensi.
Guna
menemukan arti “berada” itu manusia harus diselidiki dalam wujudnya yang biasa
tampak sehari-hari. Heidegger bermakzud mengetahui keadaan manusia sebellum
keadaan itu di pikirkan secara ilmiah,
yaitu dalam perwujudannya yang belum di tafsirkan. Hasil usahanya ini
ialah bahwa ia menemukan manusia yang “di dalam dunia”. Inilah ketentuan asasi
yag paling umum tentang manusia. Manusia berada “di dalam dunia’. Desein
berarti “di dalam dunia”. Ketentuan ini berlaku bagi semua manusia, sekalipun
cara mereka “berada di dalam dunia” berbeda-beda. Manusia berada “di dalam
dunia” maka manusia dapat memberi tempat kepada benda-benda di sekitarnya.
Manusia dapat bertemu dengan benda-benda dan degan manusia-manusia yang lain,
dapat bergaul dan berkomunikasi dengan semuanya itu.
Benda-benda
pada dirinya tidak mewujudkan dunia. Sebab benda-benda itu tidak saling
menjamah, tidak saling berjumpa, tempat mereka diberikan oleh manusia, karena
manusia berada “di dalam dunia”. Misal kayu adalah bahan bakar atau bahan
bangunan, yang menentukan itu adalah manusia. Demikianlah ungkapan “berada di
dalam dunia” mempunyai sifat ragkap yaitu memiliki dunia dan berada di dunia.
Karena memang manusia tidak hanya berada di dlam dunia namun juga manusia
memiliki dunia.
Secara
fenomenologis hubungan sehari manusia dan dunianya bersifat praktis. Hubungan
ini dapat disebut dengan demikian, bahwa manusia sibuk dengan dunia,
mengerjakan dunia, mengusahakn dunia dan sebagainya. Semua itu dirangkumkan
oleh Heidegger dalam kata Besorgen (memilhara). Hubungan asli yang dalam
kesatuan antara Desein dan dunia adalah Besorgen (memilhara). Di
dalam dunia itu manusia tampak sebagai yang berbuat. Perbuatan itu bukan hanya
dalam bentuk yang kongrit, tetapi juga jika manusia diam juga dikatakan
berbuat. Ada suasana perbuatan yang praktis dan teoritis. Akan tetapi manusia
terlebih-lebih disibukkan dengn perbuatan yang praktis yang berkaitan dengan
dunia yang dijumpainya. Contoh manusia memegang pintu, memegan tas, naik
sepeda, dsb. Pintu, tas, dan sepeda itu adalah benda-benda yang bagi manusia
berfungsi sebagai alat (Zeug), yaitu alat untuk mengusahakan sesuatu.
Demikianlah ciri khas Desein adalah dunia dan memiliki dunia itu. Desein
berwatak dunia (weltich). Weltichkeit (berwatak dunia) ini harus
dicari di dalmm bentuk harian yang diambil oleh manusia yang di dalm dunia itu,
yaitu dalam alam sekitarnya sehari-hari, dalam Unwelt-nya. Dalam
hidupnya sehari-hari manusia bersifat praktis, di sibukkan dengan benda-benda
yang tersedia untuk ditangani (zuhanden), sehingga benda-benda itu
memilki tabiatnya sendiri-sendiri, manjadi alat yang dipakai manusia.
Benda-benda itu senantiassa diberi kaitan, dijadikan alat untuk melakukan
sesuatu. Fungsi benda tersebut di tentukan oleh manusia.demiakialahbenda-benda
itu menunjuk kepada suatu tujuan, sedang tujuan itu menunjuk lagi pada tujuan
lain. Akan tetapi benda-benda itu sendiri tidak dengan sadar menonjolkan diri.
(manusia memakai kemeja, kemeja itu kita tanggalkan, kemeja itu tetap pada
dirinya). Dunia yaitu segala sesuatu yang dalam kaitannya dengan manusia, baru
tampil jika ada sesuatu yang tidak berfungsi dengan smestinya, misalnya: kemeja
itu terlalu keci untuk dipakai, mobilnya mogok, dsb. Baru pada saat itu dunia
menonjol jadi biasanya dunia tidak memberitahukan dirinya kepada manusia.
Tingkah
laku manusia sehari-hari menunjukan, bahwa Dasein kita secara asasi
senatiasa bersama-sama dengan dasein orang lain, dann memiliki jalan masuk
kepada Dasein, yang lain itu, sehingga dapat dikatakan bahwa “berada”
kita adalah “berada bersama-sama”. Di dalam hidup sehari-hari kita menjumpai
orang lain itu tidak sama dengan cara kita menjumpai benda-benda. Pertama-tama
kita menjumpai sesama dalam eksistensi mereka di dalam dunia, dalam kesibukan
mereka, dalam tingkah laku mereka, seperti ketika kita mengenal diri kita
sendiri, juga dalam kesibukan dan perbuatan-perbuatan kita. Orang-orang lain
itu adalah sesama kita. Mereka dengan kita bersama-sama berada “di dalam
dunia”. Kita bersama-sama sibuk di dalam dunia. Demikianlah Dasein itu
di tentukan oleh Mitsen (berada bersama-sama). Kita menentukan diri di
dalam dunia sebagai pemelihara. Pemeliharaan itu disebut Besorgen kalau
di kenakan kepada benda-benda dan disebut Filsorge, kalau dikenakan kepada
sesama kita.
Manusia
terbuka kepada dunianya dan sesamanya. Keterbukaan ini bersandar pada tiga hal
asasi yang penting, yaitu Befindlichkeit atau kepekaan, Verstehen
atau mengerti, memahami dan Rede atau kata-kata atau hal yang berbicara.
Befindlichkeit di ungkapkan dalam bentuk perasaan dan emosi. Seperti senang,
marah kecewa, takut, dsb. di dalam kehidupan sehari-harinya manusia dapat
mendesakkan kepekaan itu, dapat menindasnya atau mengalahkannya, akan tetapi ia
akan tetap mengalami kepekaan itu, inilah kenyataan hidupnya atau nasibnya. Ia
terlempar (geworfon) ke situ. Oleh karena itu Befindichkeit adalah
pengalaman yang elementer menguasai realitas, itulah keadaan dimana dunia di
hdapkan dengan kita, itulah keadaan dimana kita menemukan dan menjumpai dunia
sebagai nasib, dan dimana kita sekaligus menghayati kenyataaan eksistensi yang
serba terbatas dan ditentukan. Jadi kepekaan mendasari semua rasa yang kongrit.
Verstehen atau mengerti atau memahami adalah dsar segala pengertian. Kalau Bifindichkeit
di kaitkan dengan segi nasib manusia, maka Verstehen dikaitkan dengan
kebebasan manusia. Hal ini bersangkut-paut dengan manusiadan
kemungkinan-kemungkinannya. Pertama-tama manusia tahu atau menartikan
kemungkinan-kemungkinan yang ada pada dirinya sehingga tampaklah dunia dengan
segala kemungkinan-kemungkinannya untuk dipakai, diambil dan dimanfaatkan. Di
dalam Verstehen tersirat struktur yang eksistensial yang disebut Entwurf atau
rencena. Oleh karena itu manusia merencenakan lalu merealisasikan
kemungkinan-kemungkinan itu sendiri. Jadi Vertehen termasuk cara berada
manusia.
Rede atau hal berbicara secara priori manusia telah memiliki daya untuk
berbicara. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak berbicara atau
mengobrol. Dengan hal tersebut manusia dapat saling mengerti, akan tetapi
pengertian itu bukanlah pengertian yang benar. Orang hanya menirukan percakapan
atau pendapat orang lain. Pendapat orang lain itu di teruskan dengan kata lain
orang tidak dapat tahu apa yang semula di gali dari pengertian yang sebenarnya.
Pandangan umum bertahan karena omongan orang. Akibatnya Dasein di korbankan
demi pendapat orang. Dasein dilepaskan dari hubungan yang sebenarnya dengan dengan
dunia, sesamanya dan dengan dirinya sendiri. Hal ini mengakibatkan bahwa segala
gagsan atau pendapat serta segala perbuatan manusia menjadi kabur, mengambang.
Manusia kehilangan akarnya, kehilangan akar untuk mengerti yang benar, untuk
berkomunikasi yang benar , untuk bergaul yang benar, dsb.
Dengan
obrolan-obrolan, kita menemukan cara manusia sehari-hari “berada” di dalam dunia.
Cara berada manusia sehari-hari ini oleh Heidegger disebut Verfallenheit
atau kemerosotan, tapi kemerosotan ini tidak boleh di artikan sebagi kerugian
yang disebabkan karena kita kehilangan situasi kita semula yang baik.
Ada
dua macam cara manusia bereksistensi, yaitu bereksistensi yang sebenarnya dan
yang tidak sebenarnya. Di dalam hidup seharii-hari manusia tidak bereksistensi
sebenarnya.
Befindichkeit atau kepekaan mengindrai dunia ini, mengindrai kenyataan kita bhwa
kita “terlempar”, dan bahwa kita dikuasai nasib. Di antara suasana batin atau
perasaan-perasaan itu yang terpenting adalah cemas (Angst). Karena rasa
cemas itu adalah rasa yang asasi, yang sadariah, yag menjadi kunci keberadaan
kita yang terdalam. Kecemasan (Angst) di sini bukan kecemasan pada
umumnya (Furcht), tapi kecemasan ittu mengenai diri sendiri. Yang di
makzud kecemasan di sini adalah ketakutan-ketakutan yang datangya tiba-tiba
yang menyergap kita dan menjadikan kita menjadi binggung seketika. Kecemasan
ini datang dan pergi namun setelah pergi dan kecemasan ini bukanlah apa-apa.
Sebab sebenaranya tidak ada hal kongrit yang harus dicemaskan. Yang dicemaskan
tidak berwujud tapi ada, bahkan dekat sekali, sedemikian dekat hingga kita
tidak dapat bernafas lega. Kecemasan ini di latar belakangi oleh pengalaman
umum. Yang menjadikan tiba-tiba merasa sendirian, dikepung oleh kekosongan
hidup, dimana kita merasa seluruh hidup kita tiada artinya. Kecemasan ini bukan
ketakutan terhadap sesuatu yang ada di dunia, tapi ketakutan terhadap dunia itu
sendiri.
Itulah
kenapa di dalam kehidupan sehari-hari manusia berkesistensi yang tidak
sebenarnya. Tetapi justru karena itu manusia manusia memiliki
kemungkinan-kemungkinan untuk keluar dari eksistensi yang tidkka sebenarnya,
keluar dari belunggu “pendapat orang benyak” dan menemukan dirinya sendiri.
Atau jika dilihat dari segi waktu, manusia harus merencanakan diri atau
menggusakan dirinya sampai kepada kemungkinan-kemungkinan yang terakhir, yang
tidak dapat di elakkan, yaitu kematian atau maut. Kematian adalah batas
terakhir dari keberadaan manusia sebagai eksistensi, batas yang tidak dapat di
kalahkan.
Kematian
disini bukan kesadaran umum yang ad sehari-hari, yaitu bahwa semua manusia akan
mati. Menurut Hidegger kematian adalah segala kemungkinan yang dari dalam Verstehen,
dimustahilkan. Kematian ini mewujudkan suatu kesatuan yang tidak dapat di
patahkan dengan eksistensi manusia. Kematian di sini adalah suatu akhir yang
seolaholah setiap saat hadir. Di dalam Verfallenheit atau keruntuhan, orang
takut akan kematian ini. Sehingga orang ingin melupakannya yaitu dengan cara
menyibukan diri dalam kegiatan.
Menurut
heidegger Schuld adalah Hutang atau salah yang di hubungkan dengan
eksistensi manusia, dengan cara berada manusia. Cara berada manusia ialah bahwa
manusia meng-ada-kan adanya sendiri, bukan dalam arti menciptakan, tetapi
manusia bertanggung jawab atas adanya dirinya itu. Cara berada manusia
di-ada-kan secara schulding (salah). Menurut heidegger dalam kata schuld,
schulding senantiasa terkandung unsur yang hanya dapat di ungkapkan secara
negatif dan unsur yang menjadi alasan atau sebab timbulnya hal negatif itu.
Inilah
fakta keberadaan manusia yang timbul dari Geworfenheid atau “situasi
terlempar”-nya itu. Manusia berusaha merealisasikan kemungkinan-kemungkinannya
sedag ia merealisasikan kemungkinan yang satu, kemungkinan-kemungkinan yang
lain tidak di realisasikan tapi tetap menjadi tanggung jawabnya. Untuk meng-ada
sebagai diri ini atau itu. Segera manusia memilih satu kemungkinan, dirinya
tidak memilih kemungkinan-kemungkinan yang lain, lalu men-ada-lah kebebasan.
Kebebasan baru mengada dalam hal memilih satu kemungkinan, artinya dalam hal
menanggung bahwa kemugkinan-kemungkinan lain tidak dapat di pilih dan tidak
dapat di pilihnya. Situasi inilah yang oleh Heidegger disebut Schuld.
Manusia
yang tidak memiliki eksistensi yang sebenaranya itu menghadapi hidup dengan
semu, hidup “oang banyak” da sibuk dengan kesannya yang sementara. Ia tidka
menyatukan hidupnya sebagi suatu kesatuan. Kesibukan-kesibukannya mewujudkan
perkumpulan yang tidak teratur, tanpa di hubungkan dengan yang satu dan yang
lain, seperti halnya dengan pasir.
Jalan
menuju kehidupan yang sejati, keputusan yang pasti, pengetahuan yang benar dan
kepada eksistensi yang sebenarnya terletak dalam suatu kepastian yang temporal,
dalam menanggung kepastian yang terakhir yaitu kematian. Memasukkan kematian
dalam eksistensi bukan berarti hanya mau tahu bahwa manusia akan mati,melainkan
mendahului kematian. Manusia harus menyadari akan kehinaanya tanpa ilusi atau
khayalan sehingga manusia akan terlindung dari hal-hal yang semu. Dengan
ketekunan (Entschlossenheit) manusiaakan lepas dari eksistensi yang
tidak sebenarnya. Jadi dengan ketekuna mengikuti kata hatinya itulah cara
bereksistensi yang sebenarnya dan guna menacapai eksistensi yang sebenarnya. Di
dalam ketekunan ini seluruh eksistensi
akan jelas sehingga orang akan mendapat pengertian dan pemikiran yang benar
tentang manusia dan dunia. Dari dalam kata hati itu akan muncul kegembiraan.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Martin
Heidegger lahir pada tanggal 26 September 1889 di kota kecil Messkirch Baden,
jerman. Ia adalah anak seorang pastor pada gereja katolik Santo Mortus. Martin
Heidegger mempunyai pengaruh besar terhadap beberapa filosof di Eropa dan
Amerika Selatan. Ia pernah menjabat sebagai guru besar filsafat di Universitas
Masburg dan berkenalan dengan teolog protestan kenamaan Rodolf Bultmann,
kemudian kembali ke Freiburg untukk menggantikan Huserl. Di Marburg ia sempat
menyelesaikan karya monumental Sein und Zeit (Being and Time).
Eksistensialisme
adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada
eksistensi. Secara umum eksistensi berarti keberadaan. Secara khusus eksistensi
adalah cara manusia berada di dalam di dunia. Cara manusia berada di dalam
dunia berbeda dengan cara berada benda-benda. Benda-benda tidak sadar akan
keberadaannya. Berbeda dengan manusia. Benda-benda menjadi lebih berarti karena
manusia. Untuk membedakan dua cara berada ini di dalam filsafat
eksistensialisme dikatakan, bahwa benda-benda “berada”, sedangkan manusia
“bereksistensi”. Jadi hanya manusia yang bereksistensi.
Menurut
Heidegger, keberadaan hanya dapat dijawab melalui jalan ontologi dan metode
yang digunakan adalah metodelogis fenomelogis. Bagi Heidegger yang penting
adalah menemukan arti keberadaan itu. Satu-satunya “berada” yang sendiri dapat
dimengerti sebagai “berada” ialah “baradanya”-nya manusia. Harus dibedakan
antara “berada” (sein) dan “yang berada” (seiende). Uangkapan
“yang berada” (seiende) hanya berlaku bagi benda-benda atau bukan
manusia. Yang jikalau dipandang dari dirinya sendiri, artinya terpisah dari
segala yang lain, hanya berdiri sendiri. Benda-benda itu hanya “vorhanden”
artinya hanya terletak begitu sajadi depan orang, tanpa ada hubungannya dengan
orang itu. Contoh: meja jika dipandang pada dirinya, berkedudukan sebagai meja
lepas dari hubungannya dari apapun. Benda-benda itu hanya berarti jika
dihubungkan dengan manusia, jika manusia “memeliharanya”. Kalau benda itu
dihubungkan dengan manusia, maka akan memiliki arti dalam hubungan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono,
Harun, Sari Sejarah Fisafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
M.Pd .,
Zubaedi, Dr. M.Ag., dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes
Hingga Revolusi Sains ala Khomas Khun, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2010.
[1] Dr.
Zubaedi, M.Ag., M.Pd,.dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes
Hingga Revolusi Sains ala Khomas Khun, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2010), Hal.152-153
[2] Ibid.155
[3] Kamus
Besar bahasa indonesia
[4] Harun
Hadiwijono, Sari Sejarah Fisafat Barat 2, ( Yogyakarta: Kanisius, 1980),
hal.148-149
[5] Dr.
Zubaedi, M.Ag., M.Pd,.dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes
Hingga Revolusi Sains ala Khomas Khun, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2010),
Hal.156
[6] Ibid.
157-159
[7] Harun
Hadiwijono, Sari Sejarah Fisafat Barat 2, ( Yogyakarta: Kanisius, 1980),
Hal.150-156
3 komentar:
terimakasih postingannya. snagat membantu :)
sama sama..semoga bermanfaat ya
Bandar Bola Dengan Pasaran Terbaik Indonesia Hadir Dalam Android, Iphone, dan Laptop
Tersedia Pasaran Sbobet - Maxbet - 368Bet
Bonus Deposit Pertama 10% / Cashback 5% - 10%
Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www. bolavita .fun
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
BBM: BOLAVITA
WA: +628122222995
https://bolavitasport.news/2019/02/18/prediksi-bola-chelsea-vs-manchester-united-19-februari-2019/
https://www.judisabungayam.co/jadwal-pertandingan-sv388-kungfuchicken-online-19-februari-2019
Posting Komentar