BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
suatu kajian dalam sosiologi ada beberapa yang harus disoroti sebagai ilmu,
guna menegetahui bagaimana tingkat perkembangan manusia, mulai dari kelahiran
samapai dia bersosialisasi dalam masyarakat. Manusia, masyarakat dan
lingkungan merupakan fokus kajian sosiologi yang dituangkan dalam kepingan tema
utama sosiologi dari masa kemasa. Mengungkap hubungan luar biasa antara
keseharian yang dijalani oleh seseorang dan perubahan serta pengaruh yang
ditimbulkannya pada masyarakat tempat dia hidup, dan bahkan kepada dunia secara
global. Banyak sekali sub kajian dan istilah dalam sosiologi yang membahas
perihal tentang, manusia, masyarakat dan lingkungan, salah satunya adalah
stratifikasi sosial.
Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat
manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti,
bahwa dalam masyarakat terdapat pembagian dan pembedaan atas berbagai
peranan-peranan dan fungsi-fungsi berdasarkan pembedaan perorangan karena dasar
biologis ataupun adat. Untuk lebih detailnya, pemakalah akan memaparkan
beberapa definisi maupun system, dampak dan lain sebagainya yang menguak apa
yang ada dalam stratifikasi sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan stratifikasi sosial?
2. Bagaimana system stratifikasi sosial?
3. Apa saja dimensi stratifikasi sosial?
4. Apa dampak stratifikasi sosial?
5. Bagaimana mobilitas sosial?
6. Pendekatan apa saja yang dilakukan dalam stratifikasi
sosial?
7. Teori apa saja dalam stratifikasi sosial?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi stratifikasi sosial
2. Untuk mengetahui system dalam stratifikasi sosial
3. Untuk mengetahui dimensi dalam stratifikasi sosial
4. Untuk mengetahui dampak adanya stratifikasi sosial
5. Untuk mengetahui mobilitas sosial
6. Untuk mengetahui pendekatan yang dilakukan dalam
startifikasi sosial
7. Untuk mengetahui teori dalam stratifikasi sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial (Social
Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau
“strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial
dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat. Beberapa defenisi Stratifikasi Sosial menurut para ahli:[1]
a. Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki)
b. Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke
dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan
prestise.
c. Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai
suatu pola yang ditempatkan di atas kategori
dari hak-hak yang berbeda
d. Drs. Robert. M.Z. Lawang
Sosial Stratification adalah penggolongan
orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu ke dalam
lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise.
Pemahaman antara stratifikasi sosial dan kelas sosial sering
kali di samakan, padahal di sisi lain pengertian antara stratifikasi sosial dan
kelas sosial terdapat perbedaan. Penyamaan dua konsep pengertian stratifikasi
sosial dan kelas sosial akan melahirkan pemahaman yang rancu. Stratifikasi
sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam tingkatan atau strata
dalam heirarki secara vertical. Membicarakan stratifikasi sosial berarti
mengkaji posisi atau kedudukan antar orang/sekelompok orang dalam keadaan yang
tidak sederajat. Adapun pengertian kelas sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup
kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan
atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. Kelas sosial cenderung
diartikan sebagai kelompok yang anggota-anggota memiliki orientasi polititik,
nilai budaya, sikap dan prilaku sosial yang secara umum sama.[2]
Dengan
demikian, dapat saya simpulkan bahwa stratifikasi sosial merupakan pembedaan
masyarakat atau penduduk berdasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan secara
bertingkat berdasarkan dimensi
kekuasaan, previllege (hak istimewa atau kehormatan) dan prestise (wibawa).
B. Sistem Stratifikasi sosial
Sistem stratifikasi sosial
dalam masyrakat ada yang bersifat terbuka dan ada yang bersifat tertutup.
Stratifikasi sosial yang terbuka ada kemungkinan anggota masyarakat dapat
berpindah dari status satu ke status yang lainnya
berdasarkan usaha-usaha tertentu. Misalnya seorang yang berkerja sebagai petani
mempunyai kemungkinan dapat menjadi tokoh agama jika ia mampu meningkatkan
kesalehannya dalam menjalankan agamanya. Seorang anak buruh tani dapat mengubah
statusnya menjadi seorang dokter atau menjadi presiden sekalipun, apabila ia
rajin belajar, berpolitik dan bercita-cita untuk itu. Sebaliknya seorang anak
presiden belum tentu dapat mencapai status presiden. Dengan demikian berarti dalam sistem Sistem stratifikasi terbuka, setiap
anggota masyarakat berhak dan mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan
kemampuan sendiri untuk naik status, atau mungkin juga justru stabil atau turun
status sesuai dengan kualitas dan kuantitas usahanya sendiri. Dalam Sistem
stratifikasi ini biasanya terdapat motivasi yang kuat pada setiap anggota
masyarakat untuk berusaha memperbaiki status dan kesejahteraan hidupnya. Sistem
stratifikasi terbuka lebih dinamis dan anggota-anggotanya cenderung mempunyai
cita-cita yang tinggi. Pada Sistem stratifikasi
sosial tertutup terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah ke status satu ke status lainnya dalam masyarakat.
Dalam sistem ini satu-satunya kemungkinan untuk dapat masuk ada status tinggi
dan terhormat dalam masyarakat adalah karena kelahiran atau keturunan. Hal ini
jelas dapat diketahui dari kehidupan masyarakat yang mengabungkan kasta seperti
di india misalnya:[3]
a) Keanggotaan pada kasta
diperoleh karena warisan/kelahiran. Anak
yang lahir memperolah kedudukan orang tuanya
b) Keangotaan yang
diwariskan tadi berlaku seumur hidup, oleh karena seseorang tak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari
kastanya.
c) Perkawinan bersifat
endogam, artinya harus dipilih dari orang yang kekasta.
d) Hubungan dengan
kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas.
e) Kesadaran pada
keanggotaan suatu kasta yang tertentu, terutama nyata dari nama kasta,
identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap
norma-norma kasta dan lain sebagainya.
f) Kasta diikat oleh
kedudukan-kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan.
g) Prestise suatu kasta
benar-benar diperhatikan.
Ada juga yang namanya Stratifikasi campuran. Stratifikasi
campuran, diartikan sebagai sistem stratifikasi yang membatasi kemungkinan
berpindah strata pada bidang tertentu, tetapi membiarkan untuk melakukan
perpindahan lapisan pada bidang lain. Contoh: seorang raden yang mempunyai
kedudukan terhormat di tanah Jawa, namun karena sesuatu hal ia pindah ke
Jakarta dan menjadi buruh. Keadaan itu menjadikannya memiliki kedudukan rendah
maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Dengan
demikian, stratifikasi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu stratifikasi
tertutup, terbuka maupun campuran. Stratifikasi tertutup yaitu seseorang ketika
sudah tergolong menjadi kelas tinggi, dia tidak akan menjadi kelas bawah dan
sebaliknya. Stratifikasi terbuka yaitu seseorang yang berada dikelas bawah bisa
naik ke kelas atas dengan usahanya yang bersungguh-sungguh. Sedangkan
stratifikasi campuran yaitu seseorang awalnya dihormati karena terdapat didalam
kelas atas, namun tiba-tiba berbalik arah karena harus menyesuaikan tempat ia
tinggal.
C. Dimensi stratifikasi sosial
Diantara
lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya relatif
banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa
yang dihargai oleh masyarakat. Akan tetapi, kedudukannya yang tinggi itu
bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang mempunyai uang banyak akan mudah
sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan juga mungkin kehormatan. Ukuran atau
kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota
masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut:[4]
1. Ukuran Kekayaan
Barang siapa yang memiliki kekayaan
paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya, dapat
dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya
mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya., kebiasaan untuk
berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
2. Ukuran Kekuasaan
Barang siapa yang memiliki kekuasaan
atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atasan.
3. Ukuran Kehormatan
Ukuran kehoramatan tersebut mungkin
terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan. Orang yang paling disegani
dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak
dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah
golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4. Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ukuran tersebut
kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif kerana ternyata
bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar
kesarjanaanya. Sudah tentu hak yang demikian memacu segala macam usaha untuk
mendapatkan gelar, walaupun tidak halal.
Dapat saya simpulkan bahwa dalam
dimensi stratifikasi sosial ada empat yang mendorong seseorang untuk disegani
maupun dihormati dalam konteks stratifikasi sosial. Yang pertama adalah
kekayaan. Dengan adanya suatu kekayaan, orang akan membeli apa saja yang dia
mau. Yang kedua adalah kekuasaan. Kekuasaan akan digunakan sebagai penundukan
seseorang yang berada dibawahnya. Yang ketiga adalah kehormatan, dimana
seseorang akan disegani oleh masyarakat jika ia adalah tokoh utama dan yang di
sepuhkan di masyarakat itu. Yang keempat adalah ilmu pengetahuan, jika
seseorang pendidikannya tinggi dan dia sudah mendapatkan gelar doktor maupun
magister, secara tidak langsung akan ada rasa sistem kelas terhadap seseorang
yang tidak pernah sama sekali menduduki bangku sekolah.
D. Damapak Stratifikasi Sosial
Adanya sistem lapisan
masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat
itu. Tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan
bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi
dengan sendirinya adalah kepandaiaan, tingkat umur (senior), sifat keaslian
keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam
batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang digunakan bagi tiap-tiap masyarakat
diantaranya : Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama
adalah kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan
bercocok tanam, maka kerabat pembuka tanah (yang dianggab asli) dianggab sebagai orang-orang yang menduduki lapisan
tinggi. Hal ini dapat dilihat misalnya pada masyarakat Batak, di mana marga
tanah, yaitu marga yang pertama-tama
membuka tanah, dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi.[5]
Dapat saya uraikan bahwa dampak adanya suatu
stratifikasi akan mengakibatkan adanya hukum rimba. Siapa yang kuat, dialah
yang menang. Kelas yang tergolong atas akan memegang peranan kelas bawah yang
notabenya harus disamakan, karena sesama makhluk tuhan. Secara teoritis memang
semua masyarakat dianggap sederajat, akan tetapi pembedaan tersebut merupakan
gejala universal yang merupakan sistem sosial dalam masyarakat. Maka dari itu,
meski ada stratifikasi sosial seseorang atau masyarakat harus memegang konsep
keadilan sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah SWT
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. úüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( wur öNà6¨ZtBÌôft ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã wr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 cÎ) ©!$# 7Î6yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
E.
Mobilitas Sosial
Dalam sosiologi mobilitas sosial berarti perpindahan
status dalam stratifikasi sosial. Sebagaimana nampak dari definisi Ransford,
mobilitas sosial dapat mengacu pada individu maupun kelompok. Contoh yang
diberikan Ronsford mengenai mobilitas sosial individu ialah perubahan status
seseorang dari seorang petani menjadi seoarang dokter. Mobilitas sosial suatu
kelompok terjadi manakala suatu minoritas etnik atau kaum perempuan mengalami
monilitas, misalnya mengalami peningkatan dalam penghasilan rata-rata bila
dibandingkan dengan kelompok mayoritas.[6]
Suatu bahan pokok yang banyak mendapat perhatian ahli
sosiologi adalah masalah mobilitas intragenerasi dan mobilitas antargenerasi.
mobilitas intragenerasi mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam
masa hidupnya; misalnya dari asisten dosen menjadi guru besar atau dari perwira
pertama menjadi perwira tinggi. Mobilitas anatargenerasi dipihak lain mengacu
kepada perbedaan status yang dicapai seseorang dengan status orang tuanya;
misalnya anak seorang tukang sepatu yang berhasil menjadi insyiur, atau anak
menteri menjadi pedagang kaki lima.[7]
Suatu study yang sering menjadi bahan acuan dalam
bahasan mengenai mobilitas antargenerasi ialah penelitian Blau dan Duncan
terhadap mobilitas pekerjaan di AS. Kedua ilmuan sosial ini menyimpulkan dari
data mereka bahwa masyarakat Amerika merupakan masyarakat yang relatif terbuka
karena didalamnya telah terjadi mobilitas sosial vertikal antargenerasi, dan
dalam mobilitas intragenerasi pengaruh pendidikan dan pekerjaan individu yang
bersangkutan lebih besar dari pada pengaruh pendidikan dan pekerjaan orang tau.
Dengan perkatan lain, dalam tiap generasi telah terjadi peningkatan sattus anak
sehingga melebihi status orang tuanya. Dan dalam tiap generasi pun telah terjadi
peningkatan status anak sehingga melebihi status yang diduduki pada awal
kariernya sendiri.[8]
Pada masyrakat yang mempunyai sistem stratifikasi
terbuka pergantian status dimungkinkan. Meski dalam masyarakat demikian terbuka
kemungkinan bagi setiap anggota masyarakat untuk naik turun dalam herarki
sosial, dalam kenyataan mobilitas sosial antargenerasi maupun intragenerasi
yang terjadi bersifat terbatas.[9]
F. Pendekatan dalam Stratifikasi sosial
Ada tiga pendekatan dalam
mempelajari stratifikasi sosial:[10]
1. Metode obyektif
Yaitu suatu
penilaian obyektif terhadap orang lain dengan melihat dari sisi pendapatannya,
lama atau tingginya pendidikan dan jenis pekerjaan.
2. Metode
subyektif
Dalam metode
ini strata sosial dapat dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat yang
menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat.
3. Metode reputasi
Dalam metode
ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan
masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu.
Dengan demikian, ada tiga pendekatan dalam memplajari
stratifikasi sosial, yaitu: metode obyektif yang mengarah kepada secara
fisiknya, metode subyektif yang mengarah pada kedudukan dalam masyarakat
sedangkan metode reputasi mengarah kepada penyesuaian seseorang dalam
bermasyarakat.
G. Teori-teori Stratifikasi Sosial
Ada beberapa teori yang harus kita pahami dalam
memplajari stratifikasi sosial:[11]
1. Teori Evolusioner-Fungsionalis
Dikemukakan
oleh ilmuwan sosial yaitu Talcott parsons. Dia menganggap bahwa evolusi sosial
secara umum terjadi karena sifat kecenderungan masyarakat untuk berkembang,
yang disebutnya sebagai ”kapitalis adaptif”.
2. Teori Surplus Lenski
Sosiolog
Gerhard Lenski mengemukakan bahwa makhluk yang mementingkan diri sendiri dan
selalu berusaha untuk mensejahterakan dirinya.
3. Teori Kelangkaan
Teori
kelangkaan beranggapan bahwa penyebab utama timbul dan semakin intensnya
stratifikasi disebabkan oleh tekanan jumlah penduduk.
4. Teori Marxian
Menekankan
pemilikan kekayaan pribadi sebagi penentu struktur strtifikasi.
5. Teori Weberian
Menekankan
pentingnya dimensi stratifikasi tidak berlandaskan dalam hubungan pemilikan
modal.
Dengan demikian, ada 5 teori yang harus kita ketahui
dalam stratifikasi sosial, diantaranya teori Evolusioner-Fungsionalis yang mengarah kepada kecenderungan perkembangan
masyarakat, teori Surplus Lenski yang mengarah
kepada egoisme, teori Kelangkaan yang mengarah
kepada tekanan jumlah penduduk, teori Marxian mengarah kepada kekayaan seseorang menentukan stratifikasi sosial,
sedangkan teori Weberian yang menagarah
kepada stratifikasi tidak berlandasan kepemilikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian-uraian yang telah saya paparkan diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa Stratifikasi
sosial merupakan pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan kelas-kelas
yang telah ditentukan secara bertingkat berdasarkan dimensi kekuasaan, previllege dan prestise. Stratifikasi sosial terbagi menjadi
tiga kelompok, yaitu stratifikasi tertutup, terbuka maupun campuran.
Stratifikasi tertutup yaitu seseorang ketika sudah tergolong menjadi kelas
tinggi, dia tidak akan menjadi kelas bawah dan sebaliknya. Stratifikasi terbuka
yaitu seseorang yang berada dikelas bawah bisa naik ke kelas atas dengan
usahanya yang bersungguh-sungguh. Sedangkan stratifikasi campuran yaitu
seseorang awalnya dihormati karena terdapat didalam kelas atas, namun tiba-tiba
berbalik arah karena harus menyesuaikan tempat ia tinggal.
Dalam
dimansi stratifikasi sosial ada 4 yang dapat tergolongkan, yaitu kekayaan,
kekuasaan, ehormatan, ilmu pengetahuan. Semuanya akan berdampak terwujudnya
hukum rimba, dimana yang tergolong menjadi kelas atas sepenuhnya akan memegang
peranan kelas bawah. Didalam stratifikasi sosial ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu: metode obyektif yang mengarah
kepada secara fisiknya, metode subyektif yang mengarah pada kedudukan dalam
masyarakat sedangkan metode reputasi mengarah kepada penyesuaian seseorang
dalam bermasyarakat.
Disamping adanya pendekatan, dalam stratifikasi juga
ada teori. Ada 5 teori yang harus kita ketahui dalam stratifikasi sosial,
diantaranya teori Evolusioner-Fungsionalis yang mengarah
kepada kecenderungan perkembangan masyarakat, teori Surplus Lenski yang mengarah kepada egoisme, teori Kelangkaan yang mengarah kepada tekanan jumlah penduduk, teori Marxian mengarah kepada kekayaan seseorang menentukan
stratifikasi sosial, sedangkan teori Weberian yang menagarah kepada stratifikasi tidak berlandasan kepemilikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori
dan Terapan, Bumi Aksara, (Jakarta : IKAPI, 1994).
Davis Kingslay, Human Society, cetakan ke-13, ( New York: Macmillan Company, 1960 ).
Karsidi
Ravik. Sosiologi
Pendidikan. (Surakarta,
UNS press, 2007).
Sanderson
Stephen K.. Makro Sosiologi sebuah pendekatan terhadap realitas sosial. (Jakarta: PT RajaGrafindo., 2003).
Setiadi Elly M. Dan Kolip Usman,
Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana, 2011).
Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan
Ke Empat Puluh Empat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012).
Soekanto Soerjono, Pengantar Sosiologi, Cetakan
Keempat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990).
Sunarto
Kamanto. Pengantar Sosiologi. Cetakan ketiga, (Jakarta, Penerbit
fakultas Ekonomi, 2004).
[1] Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, Bumi Aksara, (Jakarta : IKAPI, 1994), hlm. 83.
[2] Elly M. Setiadi dan Usman Kolip,
Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 399.
[3]Kingslay Davis, Human Society, cetakan ke-13, ( New York: Macmillan Company, 1960 ), hlm. 378-379.
[4]
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan Ke Empat Puluh
Empat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 207-208.
[5] Soerjono Soekanto,
Pengantar Sosiologi, Cetakan Keempat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990), hlm. 254.
[6]
Prof. Dr. Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. Cetakan ketiga,
(Jakarta, Penerbit fakultas Ekonomi, 2004) hal. 87.
[7]
Ibid..hal. 87.
[8]
Ibid..hal. 87.
[9]
Ibid..hal. 87.
[11] Stephen K.
Sanderson. Makro Sosiologi sebuah pendekatan terhadap realitas sosial. (Jakarta:
PT RajaGrafindo., 2003),hlm. 157.